JAKARTA - Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan usulan advokat senior Todung Mulya Lubis terkait Kepala Kepolisian RI (Kapolri) harus berasal dari kalangan sipi,l dinilai kurang tepat. Pasalnya jabatan Kapolri merupakan jabatan teknis sehingga harus dipegang oleh orang yang paham terkait situasi keamanan.
“Polisi jabatan teknis tetap dari polisi. Kalau dipimpin sipil nanti jadi oragnisasi politik seperti menteri sipil tapi kalau organisasi kepolisian tidak bisa seperti itu. Kapolri itu teknis ke masalah hukum berkaitan keamanan dan ketertiban dan itu dipelajari sejak pendidikan sampai puncak pimpinan. Kalau dari sipil nanti tidak menguasai. Sebaiknya dari polisi saja,” tutur Bambang kepada okezone, Sabtu (21/1/2012).
Menurut Bambang, yang perlu diubah bukanlah jabatan Kapolrinya melainkan bentuk oragnisasinya itu sendiri. Kepolisian saat ini dinilai lebih mengedepankan militeristik ketimbang sebagai organisasi sipil. “Memang polisi sipil aslinya, hanya saja polisi belum merubah dirinya, masih organisasi yang militer, manajemennya militer, pendidikannya militer, itu yang seharusnya diubah menjadi organisasi sipil, seperti bea cukai, kejakssaan dan imigrasi,” ujar Bambang.
Untuk menghindari sikap militeristik dari aparat kepolisian, sambung Bambang, seharusnya kepolisian tidak menggelar rapat-rapat dengan TNI seperti yang beberapa waktu lalu dilakukan. Seharusnya, kepolisian melakukan rapat dengan para penegak hukum seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Polisi rapat dengan TNI menjadikan polisi semakin militer, harusnya kesana ke Kejaksaan aparat penegak hukum. Jangan ikut-ikut rapat dengan militer,” ucapnya.
Terkait usulan kepolisian di bawah naungan kementrian, Bambang mengaku setuju dengan gagasan tersebut. “Sebaiknya di bawah Kementrian, mengapa? karena di bawah presiden riskan. Karena kalau ada apa-apa ini tanggungjawab presiden. Salah dikit presiden di copot kan enggak pantas presiden diganti-ganti. Kalau di bawah menteri enggak apa-apa menteri digantikan wajar,” papar Bambang.
Saat ditanya kementrian apa yang pas untuk menanungi kepolisian, Bambang mengatakan asal bukan Kementrian Pertahanan. hal ini dikhawatirkan kepolisian akan semakin bersikap militeristik.
Seberlumnya, Todung Mulya Lubis menilai rentetan kasus kekerasan yang dilakukan oknum polisi kepada melanda warga sipil merupakan budaya politik militeristik yang masih dianut kepolisian. Untuk mendisiplinkan polisi itu merupakan pekerjaan reformasi jilid dua. Termasuk mengangkat Kapolri bukan dari pihak kepolisian, melainkan orang-orang sipil. (sus)
“Polisi jabatan teknis tetap dari polisi. Kalau dipimpin sipil nanti jadi oragnisasi politik seperti menteri sipil tapi kalau organisasi kepolisian tidak bisa seperti itu. Kapolri itu teknis ke masalah hukum berkaitan keamanan dan ketertiban dan itu dipelajari sejak pendidikan sampai puncak pimpinan. Kalau dari sipil nanti tidak menguasai. Sebaiknya dari polisi saja,” tutur Bambang kepada okezone, Sabtu (21/1/2012).
Menurut Bambang, yang perlu diubah bukanlah jabatan Kapolrinya melainkan bentuk oragnisasinya itu sendiri. Kepolisian saat ini dinilai lebih mengedepankan militeristik ketimbang sebagai organisasi sipil. “Memang polisi sipil aslinya, hanya saja polisi belum merubah dirinya, masih organisasi yang militer, manajemennya militer, pendidikannya militer, itu yang seharusnya diubah menjadi organisasi sipil, seperti bea cukai, kejakssaan dan imigrasi,” ujar Bambang.
Untuk menghindari sikap militeristik dari aparat kepolisian, sambung Bambang, seharusnya kepolisian tidak menggelar rapat-rapat dengan TNI seperti yang beberapa waktu lalu dilakukan. Seharusnya, kepolisian melakukan rapat dengan para penegak hukum seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Polisi rapat dengan TNI menjadikan polisi semakin militer, harusnya kesana ke Kejaksaan aparat penegak hukum. Jangan ikut-ikut rapat dengan militer,” ucapnya.
Terkait usulan kepolisian di bawah naungan kementrian, Bambang mengaku setuju dengan gagasan tersebut. “Sebaiknya di bawah Kementrian, mengapa? karena di bawah presiden riskan. Karena kalau ada apa-apa ini tanggungjawab presiden. Salah dikit presiden di copot kan enggak pantas presiden diganti-ganti. Kalau di bawah menteri enggak apa-apa menteri digantikan wajar,” papar Bambang.
Saat ditanya kementrian apa yang pas untuk menanungi kepolisian, Bambang mengatakan asal bukan Kementrian Pertahanan. hal ini dikhawatirkan kepolisian akan semakin bersikap militeristik.
Seberlumnya, Todung Mulya Lubis menilai rentetan kasus kekerasan yang dilakukan oknum polisi kepada melanda warga sipil merupakan budaya politik militeristik yang masih dianut kepolisian. Untuk mendisiplinkan polisi itu merupakan pekerjaan reformasi jilid dua. Termasuk mengangkat Kapolri bukan dari pihak kepolisian, melainkan orang-orang sipil. (sus)