Indonesia akan membangun pabrik bahan berenergi tinggi (Energetic Material Center) di areal PT Dahana di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk memenuhi kebutuhan militer.
"Tantangan kita adalah melepaskan ketergantungan akan kebutuhan bahan baku propelan impor, jadi ini kita dukung," kata Menristek Gusti Mohammad Hatta pada kunjungannya ke BUMN di bidang produksi bahan berenergi tinggi (peledak), PT Dahana, di Subang, Jumat.
Pada kesempatan itu Menteri menyaksikan penandatanganan kerja sama PT Dahana-Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan PT Dahana-BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang dihadiri Kepala Lapan Bambang Tedjasukmana dan Kepala BPPT Marzan A Iskandar.
Disebutkan Menteri, saat ini Indonesia sedang bersemangat tinggi meningkatkan kemandirian bangsa di bidang penguasaan teknologi pertahanan, dimana propelan, bahan bakar roket menjadi salah satu indikator kemandirian.
"Hanya saja produksi militer harus didukung oleh produk komersial agar perusahaan bisa tetap beroperasi, ditambah lagi harus bersinergi dengan lembaga-lembaga riset untuk kepentingan penelitian dan pengembangan material dan peroketan nasional," kata Gusti.
Gusti juga menyatakan bangga karena di areal yang berisi bahan-bahan mengerikan seperti bahan peledak ternyata gedungnya menjadi yang pertama di Indonesia mendapat sertifikasi "Green Building" dan mencapai kategori platinum untuk gedung baru.
Sementara itu Dirut PT Dahana Tanto Dirgantoro mengatakan, semua aktivitas terkait produksi propelan diarahkan di wilayah Subang ini setelah diletakkan batu pertamanya oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro pada 2010 dan dijadwalkan selesai pada Maret 2012.
Dikatakannya Energetic Material Center ini akan menjadi yang terbesar di ASEAN.
"Kami baru saja memindahkan pabrik (catridged emulsion) yang semula berlokasi di Kabupaten Tasikmalaya ke Subang yang luasnya mencapai 595 ha. Pabrik kami di Tasik yang hanya di atas lahan 10 ha tak memenuhi syarat jarak keselamatan untuk produksi bahan lainnya," katanya.
Dahana, urainya, selain memproduksi bahan berenergi tinggi untuk militer juga memproduksi kebutuhan komersial seperti keperluan pertambangan migas, pertambangan umum dan konstruksi.
Sedangkan Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Dr Ing Soewarto Hardhienata mengatakan, propelan yang pembeliannya sering diembargo oleh negara maju, dibutuhkan dalam pengembangan peroketan nasional.
"Tantangan kita adalah melepaskan ketergantungan akan kebutuhan bahan baku propelan impor, jadi ini kita dukung," kata Menristek Gusti Mohammad Hatta pada kunjungannya ke BUMN di bidang produksi bahan berenergi tinggi (peledak), PT Dahana, di Subang, Jumat.
Pada kesempatan itu Menteri menyaksikan penandatanganan kerja sama PT Dahana-Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan PT Dahana-BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang dihadiri Kepala Lapan Bambang Tedjasukmana dan Kepala BPPT Marzan A Iskandar.
Disebutkan Menteri, saat ini Indonesia sedang bersemangat tinggi meningkatkan kemandirian bangsa di bidang penguasaan teknologi pertahanan, dimana propelan, bahan bakar roket menjadi salah satu indikator kemandirian.
"Hanya saja produksi militer harus didukung oleh produk komersial agar perusahaan bisa tetap beroperasi, ditambah lagi harus bersinergi dengan lembaga-lembaga riset untuk kepentingan penelitian dan pengembangan material dan peroketan nasional," kata Gusti.
Gusti juga menyatakan bangga karena di areal yang berisi bahan-bahan mengerikan seperti bahan peledak ternyata gedungnya menjadi yang pertama di Indonesia mendapat sertifikasi "Green Building" dan mencapai kategori platinum untuk gedung baru.
Sementara itu Dirut PT Dahana Tanto Dirgantoro mengatakan, semua aktivitas terkait produksi propelan diarahkan di wilayah Subang ini setelah diletakkan batu pertamanya oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro pada 2010 dan dijadwalkan selesai pada Maret 2012.
Dikatakannya Energetic Material Center ini akan menjadi yang terbesar di ASEAN.
"Kami baru saja memindahkan pabrik (catridged emulsion) yang semula berlokasi di Kabupaten Tasikmalaya ke Subang yang luasnya mencapai 595 ha. Pabrik kami di Tasik yang hanya di atas lahan 10 ha tak memenuhi syarat jarak keselamatan untuk produksi bahan lainnya," katanya.
Dahana, urainya, selain memproduksi bahan berenergi tinggi untuk militer juga memproduksi kebutuhan komersial seperti keperluan pertambangan migas, pertambangan umum dan konstruksi.
Sedangkan Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Dr Ing Soewarto Hardhienata mengatakan, propelan yang pembeliannya sering diembargo oleh negara maju, dibutuhkan dalam pengembangan peroketan nasional.