Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengoptimalkan pinjaman dalam negeri untuk pembelian alat utama sistem senjata karena selama ini lebih banyak menggunakan utang luar negeri.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Rabu mengatakan, pihaknya melalui "High Level Committe" (HLC) akan melakukan pembicaraan mendalam dengan Kementerian Keuangan untuk memaksimal pinjaman dalam negeri yang digunakan untuk pembelian alutsista. "Utang luar negeri lebih banyak digunakan dibandingkan pinjaman dalam negeri. Hal ini disebabkan masih banyaknya alutsista yang harus dibeli dari luar negeri karena Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) belum mampu memproduksi alutsista yang dibutuhkan TNI," kata Hartind.
Ia mencontohkan, pembuatan tank di Indonesia baru bisa untuk kelas ringan seperti Panser Anoa, sedangkan tank berukuran berat seperti Leopard masih harus dibeli dari luar negeri. "Itu pun kita membeli dengan syarat 'Transfer of Technology' (ToT) karena kalau kita beli dalam negeri, tidak dijual," katanya.
PT Pindad belum bisa membuat meriam dan peluru dengan kualitas yang baik, bahkan senjata yang dibeli pun hanya senjata ringan. Pesawat juga, yang bisa dibeli dari dalam seperti CN 295 atau Puma, kita pesan dari PT DI, ucap Hartind.
Ia menambahkan, HLC yang diketuai oleh Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin akan menjelaskan secara detail mengenai teknis tingginya utang luar negeri untuk pembelian alutsista kepada Komisi I DPR pada Februari 2012 ini. Tak hanya itu, kata dia, Kemhan juga masih melakukan pembicaraan untuk penurunan pajak pembelian alutsista.