Penarikan pasukan Prancis dari Afghanistan lebih cepat setahun, diduga akan mempengaruhi negara lain mempercepat penarikan pasukannya dari Afghanistan. Apalagi keputusan itu diambil Presiden Nicolas Sarkozy Jumat lalu, sebagai reaksi atas terbunuhnya sejumlah tentara Prancis di Afghanistan.
Sekitar sepekan sebelumnya, seorang tentara Afghanistan menembaki pasukan Prancis tak bersenjata yang sedang melakukan pelatihan terhadap pasukan Aghanistan di Provinsi Kapisa. Akibatnya 4 tentara Prancis terbunuh, 15 luka-luka – 8 di antaranya luka parah.
Peristiwa ini menjadi pukulan berat bagi Presiden Sarkozy yang sedang menghadapi kampanye untuk terpilih kembali sebagai Presiden Prancis. Lawannya terberat, Francois Hollande dari Sosialis, Minggu lalu mengatakan bahwa misi Prancis di Afghanistan telah berakhir. Maka Hollande berjanji akan menarik seluruh pasukan Prancis dari Afghanistan bila terpilih menjadi Presiden.
Sarkozy pun memutuskan mempercepat penarikan pasukan. Tahun ini, misalnya, Prancis akan menarik 1000 pasukan, dari rencana semula hanya 600. Mulai Maret, Prancis akan menyerahkan tugas keamanan di Provinsi Kapisa, di timur laut Kabul, kepada pasukan Afghanistan.
‘’Melanjutkan transisi dan pemindahan tanggung jawab tempur secara gradual, akan merealisasikan rencana kami untuk mengembalikan seluruh pasukan tempur pada akhir 2013,’’ kata Presiden Sarkozy, Jumat lalu, setelah bertemu dengan Presiden Pakistan Hamid Karzai di Paris. Padahal dalam pertemuan pemimpin tertinggi NATO akhir 2010, Sarkozy setuju pasukannya berada di Afghanistan sampai 2014.
Menurut Sarkozy, tingkat infiltrasi Taliban ke dalam pasukan Afghanistan sungguh di luar perkiraan. Tapi ia membantah kalau dipercepatnya penarikan pasukannya disebabkan terbunuhnya tentara Prancis itu. ‘’Melainkan karena tugas luar biasa pasukan Prancis di Afghanistan telah selesai dilaksanakan,’’ katanya. Beberapa ratus pasukannya memang masih tinggal di Afghanistan untuk melanjutkan tugas pelatihan.
Seorang pejabat senior NATO yang tak bersedia disebutkan namanya mengatakan keputusan Presiden Sarkozy itu akan menimbulkan masalah bagi NATO. Soalnya, kata pejabat itu, musuh pemerintah Afghanistan akan melihat bahwa dengan menyerang pasukan NATO dan koalisi, pemerintahannya akan menarik pasukan dari Afghanistan sebagaimana dilakukan Prancis.
Prancis merupakan kontingen kelima terbesar di Afghanistan dengan jumlah pasukan 3900. Tapi menurut seorang pejabat NATO yang tak bersedia disebutkan namanya, kontingen Prancis lebih melakukan tugas-tugas defensif untuk mengurangi risiko kematian tentaranya. Sejak bertugas di sana, 2001, hanya 82 tentara Prancis yang terbunuh.
Mereka hanya punya tanggungjawab pengamanan Provinsi Kapisa, kawasan yang relatif aman. Kalau sekarang mereka meninggalkan Kapisa, tentara Prancis hanya menjadi pelatih, selain bertugas di Markas Besar di Kabul.
Sejumlah kongtingen lain yang lebih kecil mendapat tugas lebih berbahaya, seperti halnya Polandia atau Australia. Polandia hanya memiliki 2472 pasukan, tapi ditugaskan di daerah sulit di timur Afghanistan.
Australia mengirimkan hanya 1550 tentara ke Afghanistan. Tapi pasukannya – termasuk sejumlah pasukan khusus – bertugas di bagian selatan Oruzgan, wilayah amat berbahaya bila dibandingkan Kapisa.
Sekarang terdapat 130.000 pasukan asing di Afghanistan, 40.000 di antaranya dari koalisi, sisanya dari Amerika Serikat yang merupakan pasukan dengan jumlah terbesar. Lalu Inggris dengan 9500 tentara, merupakan terbesar kedua, disusul Jerman, Italia, lalu Prancis.
Selain dengan jumlah pasukan terbesar, Amerika Serikat menempatkan tentaranya di kawasan rawan dan berbahaya. Karena itu kontingen lainnya sesungguhnya cuma melakukan tugas dukungan atau tugas lainnya yang lebih ringan.