Pasukan yang loyal kepada Presiden Syria Bashar al-Assad tak mengendurkan serangannya atas Kota Homs, kota di barat negara itu yang terletak 162 kilometer utara Damaskus. Bahkan, kekerasan berdarah di kota tersebut yang memasuki hari ke-20 itu kemarin (23/2) terus menelan banyak korban. Pada Rabu lalu (22/2), lebih dari 80 tewas setelah tentara pemerintah membombardir kota terbesar ketiga (setelah Damaskus dan Aleppo) di Syria tersebut.
Sejumlah distrik terus menjadi target serangan senjata artileri dan hujan mortir pasukan pemerintah. Menurut para aktivis di lapangan, Distrik Inshaat dan Baba Amr menjadi sasaran utama militer Syria karena wilayah tersebut sempat dikuasai tentara pembelot (anggota Free Syrian Army atau FSA) dan demonstran pro-demokrasi. Di Distrik Khalidya, sejumlah masjid menyerukan agar penduduk berlindung karena tembakan mortir menghujani wilayah tersebut.
’’Ledakan mengguncang seluruh wilayah Homs,’’ ujar Abdallah al-Hadi, seorang aktivis. Bombardir terhadap Kota Homs terjadi sehari serangan masif tentara pro-Assad dilancarkan atas Distrik Baba Amr. Wilayah itu sejak 4 Februari lalu menjadi target serangan militer pemerintah dan telah menewaskan puluhan orang, termasuk dua wartawan asing asal AS dan Prancis.
’’Kami mendengar suara ledakan yang mengerikan dan tanpa henti sepanjang hari ini (kemarin, Red),’’ kata Hadi Abdullah, aktivis Komisi Umum Revolusi Syria (GCSR). Dia pun menyatakan tidak habis pikir bahwa kecaman keras internasional terkait pembantaian yang terjadi sehari sebelumnya justru kian memperkuat ambisi rezim Assad untuk menghancurkan kelompok oposisi di Kota Homs. ’’Semakin keras kecaman terhadap Assad, semakin kejam pula pemboman yang mereka lancarkan,’’ tuturnya kepada Agence France-Presse.
Abdullah lantas membeber bahwa media center tempat dua wartawan asing tewas dan dua lainnya terluka di Kota Homs justru sengaja diserang oleh tentara Assad. ’’Kami yakin ruangan pers itu sengaja ditarget militer pemerintah. Sebab, ada 11 roket yang ditembakkan di sekitar lokasi tersebut,’’ terangnya. Tentara pemerintah, ungkap dia, juga memutus sinyal transmisi di wilayah tersebut. Akibatnya, hampir semua komunikasi di antara aktivis terputus. ’’Hari ini (kemarin, Red) kami tak bisa berkomunikasi dengan puluhan aktivis lainnya, baik via Skype atau Th uraya (telepon satelit).
” Sehari sebelumnya, wartawan veteran AS Marie Colvin, yang bekerja untuk surat kabar Sunday Times London dan pewarta foto lepas asal Prancis, Remi Ochlik, tewas saat militer Syria membombardir Distrik Baba Amr, Homs. Harian Prancis Le Figaro melaporkan bahwa salah seorang wartawannya, Edith Bouvier, juga mengalami luka pada bagian kakinya.
Rupert Murdoch, pemilik Sunday Times, menambahkan bahwa pewarta fotonya, Paul Conroy, juga mengalami cedera akibat serangan yang sama. Krisis politik di Syria merenggut banyak jiwa. Lebih dari 7.600 orang tewas dalam kekerasan yang terjadi antara militer pemerintah dan aktivis pro-demokrasi sejak Maret tahun lalu.