Indonesia patut berbangga dengan PT Dirgantara Indonesia (DI). Sebab, 3 negara telah menggunakan CN-235, buatan perusahaan yang dulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) menjadi pesawat kepresidenan. Ketiganya adalah Malaysia, Korea Selatan, dan Pakistan.
Direktur Aircraft Service PT DI Rudi Wuraskito mengatakan, Malaysia dan Korea Selatan menggunakan 2 unit CN-235 sebagai pesawat kepresidenan. Sedangkan Pakistan hanya 1 unit. Sama dengan pesawat Boeing yang baru dibeli Sekretariat Negara untuk Presiden Republik Indonesia, CN-235 tersebut juga memiliki interior dan keamanan khusus.
’’Harganya untuk body pesawat saja (pesawat kosong) USD 18-19 juta. Kalau ditambah interior tinggal menambah USD 4 juta saja. Tapi itu interior yang standar untuk VVIP. Tapi ada juga yang meminta interior sangat mewah. Harganya USD 8 juta,’’ papar Rudi kepada INDOPOS (Group JPNN) di Jakarta kemarin (10/2).
Menurut Rudi, alasan 3 negara tersebut membeli CN-235 karena luas daerahnya yang kecil. Sehingga tidak perlu pesawat besar untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. Lama terbang pesawat tersebut sekitar 8-9 jam dan dapat mendarat di bandara yang mempunyai landasan hanya 1.200 meter.
’’Lama terbang CN-235 beda dengan Boeing yang baru dibeli pemerintah. Kalau dengan CN-235 Jakarta-Papua ditempuh selama 5-6 jam. Tapi kalau pesawat jet hanya 3 jam. Kalau presiden terbang terlalu lama akan capai di perjalanan,’’ ujarnya.
Dikatakan Rudi, PT DI sudah pernah menawarkan CN-235 sebagai pesawat kepresidenan ke Sekretariat Negara. Namun, karena diprioritaskan pesawat yang mampu menempuh jarak jauh dengan waktu singkat, maka CN-235 tidak dipilih.
’’Ada prioritas. Dipilih yang paling baik. Kalau berharap, jika presiden ke Surabaya cukup pakai CN-235 saja,’’ urai Rudi.
Untuk komponen pesawat, kata Rudi, sebagian besar memang harus impor. Karena, perseroan tidak memiliki lisensi untuk membuatnya. Untuk mesin dibeli dari GE, perlengkapan avionik dari Colin atau Universal.’’Kalau merakit dan merancang pesawat dari kita. Kalau harus membuat sendiri seluruh perlengkapan biayanya sangat mahal. Misalnya avionik. Harus ada pabrik khusus untuk membuatnya. Airbus dan Boeing saja tidak punya pabriknya. Mereka juga memesan komponen dari vendor, termasuk PT DI,’’ katanya.
Kata Rudi, sekitar 15 negara telah menggunakan pesawat CN-235. Di antaranya Amerika Serikat, Prancis, Spanyol, Malaysia, Thailand, Turki, Brunei Darussalam, Pakistan, dan Arab Saudi. Total sudah ada 315 pesawat yang dibuat. Negara yang paling banyak menggunakan adalah Turki dengan 70 unit. Kebanyakan pesawat-pesawat tersebut dipakai untuk transportasi militer seperti membawa barang dan orang.
’’Kita sedang mengusahakan tiap tahun ada pemesanan baru. Saat ini kita sedang menjajaki dengan Angkata Udara Indonesia dan ajukan penambahan ke Korea,’’ tutur Rudi.
Direktur Aircraft Service PT DI Rudi Wuraskito mengatakan, Malaysia dan Korea Selatan menggunakan 2 unit CN-235 sebagai pesawat kepresidenan. Sedangkan Pakistan hanya 1 unit. Sama dengan pesawat Boeing yang baru dibeli Sekretariat Negara untuk Presiden Republik Indonesia, CN-235 tersebut juga memiliki interior dan keamanan khusus.
’’Harganya untuk body pesawat saja (pesawat kosong) USD 18-19 juta. Kalau ditambah interior tinggal menambah USD 4 juta saja. Tapi itu interior yang standar untuk VVIP. Tapi ada juga yang meminta interior sangat mewah. Harganya USD 8 juta,’’ papar Rudi kepada INDOPOS (Group JPNN) di Jakarta kemarin (10/2).
Menurut Rudi, alasan 3 negara tersebut membeli CN-235 karena luas daerahnya yang kecil. Sehingga tidak perlu pesawat besar untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. Lama terbang pesawat tersebut sekitar 8-9 jam dan dapat mendarat di bandara yang mempunyai landasan hanya 1.200 meter.
’’Lama terbang CN-235 beda dengan Boeing yang baru dibeli pemerintah. Kalau dengan CN-235 Jakarta-Papua ditempuh selama 5-6 jam. Tapi kalau pesawat jet hanya 3 jam. Kalau presiden terbang terlalu lama akan capai di perjalanan,’’ ujarnya.
Dikatakan Rudi, PT DI sudah pernah menawarkan CN-235 sebagai pesawat kepresidenan ke Sekretariat Negara. Namun, karena diprioritaskan pesawat yang mampu menempuh jarak jauh dengan waktu singkat, maka CN-235 tidak dipilih.
’’Ada prioritas. Dipilih yang paling baik. Kalau berharap, jika presiden ke Surabaya cukup pakai CN-235 saja,’’ urai Rudi.
Untuk komponen pesawat, kata Rudi, sebagian besar memang harus impor. Karena, perseroan tidak memiliki lisensi untuk membuatnya. Untuk mesin dibeli dari GE, perlengkapan avionik dari Colin atau Universal.’’Kalau merakit dan merancang pesawat dari kita. Kalau harus membuat sendiri seluruh perlengkapan biayanya sangat mahal. Misalnya avionik. Harus ada pabrik khusus untuk membuatnya. Airbus dan Boeing saja tidak punya pabriknya. Mereka juga memesan komponen dari vendor, termasuk PT DI,’’ katanya.
Kata Rudi, sekitar 15 negara telah menggunakan pesawat CN-235. Di antaranya Amerika Serikat, Prancis, Spanyol, Malaysia, Thailand, Turki, Brunei Darussalam, Pakistan, dan Arab Saudi. Total sudah ada 315 pesawat yang dibuat. Negara yang paling banyak menggunakan adalah Turki dengan 70 unit. Kebanyakan pesawat-pesawat tersebut dipakai untuk transportasi militer seperti membawa barang dan orang.
’’Kita sedang mengusahakan tiap tahun ada pemesanan baru. Saat ini kita sedang menjajaki dengan Angkata Udara Indonesia dan ajukan penambahan ke Korea,’’ tutur Rudi.