Presiden Yudhoyono menegaskan pentingnya Indonesia memiliki pusat keamanan dan perdamaian kelas dunia. “Intensitas dan kontribusi Indonesia dalam tugas-tugas pemeliharaan perdamaian dunia sangat tinggi. Dunia juga menilai, kontribusi kontingen Indonesia dalam mengemban tugas di mana pun mereka berada, memiliki prestasi yang baik,” kata Yudhoyono di Sentul, Jawa Barat, Senin 19 Desember 2011.
Pembangunan fasilitas keamanan dan perdamaian di Sentul ini, terang Yudhoyono, adalah salah satu cara mempertahankan dan meningkatkan prestasi Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia. Yudhoyono menekankan, Indonesia tidak boleh kehilangan kesempatan hanya karena kendala teknis, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Kita pernah kehilangan peluang di Bosnia,” ujar Yudhoyono. Menurutnya, perwira-perwira TNI saat itu tak banyak memegang posisi kepemimpinan kunci dalam pasukan perdamaian PBB di Bosnia. “Padahal kita punya 650 perwira. Kita juga punya military observers di 38 negara,” kata Yudhoyono lagi.
TNI pun, ujarnya, tergabung dalam pasukan perdamaian dunia di 6 wilayah konflik seperti Kroasia, Serbia, Bosnia Herzegovina, Kosovo, Macedonia, dan Montenegro. “Tetapi perwira-perwira Indonesia tidak terlalu banyak memimpin karena hambatan bahasa dan pengetahuan tentang peace keeping nation itu sendiri,” kata Yudhoyono.
Ia juga mengemukakan, Indonesia menelan pengalaman pahit ketika sekitar 3-5 persen kontingen Indonesia –baik TNI, Polri, perwira, maupun bintara, dipulangkan ke Indonesia. “Padahal mereka baru sekitar 1-2 minggu berada di Bosnia. Tapi terpaksa dipulangkan karena mereka tidak lulus tes mengemudi dan Bahasa Inggris,” kenang Yudhoyono.
Yuhoyono juga menceritakan satu lagi pengalaman buruk yang menimpa Indonesia dalam misi perdamaiannya. “Indonesia pernah mendapat tawaran pertama menambah kontingen, karena akan didirikan komando baru, dan Indonesia ditawari jenderal berbintang dua untuk menjadi komandan manakala satu batalion itu bisa ditambahkan di pasukan yang ada. Ternyata kita tidak siap,” dia menerangkan.
Semua pengalaman pahit itu, kata Yudhoyono, terjadi pada 1996. Saat itu rupanya Yudhoyono menjadi salah satu pasukan pengemban misi perdamaian di Bosnia. “Waktu saya selesai mengemban tugas dari Bosnia, saya datang ke Mabes TNI dan memikirkan bagaimana negeri kita bisa mendirikan peace keeping center,” dia mengungkapkan.
“Semua pengalaman itu menjadi inspirasi, mengapa pusat keamanan dan perdamaian ini harus kita dirikan. Sayang sekali waktu itu belum bisa dibangun. Baru sekarang kita wujudkan,” kata Yudhoyono. Ia menambahkan, IPSC di Sentul itu ke depannya juga akan menjadi pusat pelatihan kontraterorisme, pelatihan tanggap budaya, serta kampus Universitas Pertahanan.
Lokasi IPSC berada di kawasan Santi Dharma yang terletak di Desa Sukahati, Kecamatan Citeureup, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. IPSC dibangun di area seluas 261 hektar lebih, di ketinggian 450 meter di atas permukaan laut, di kawasan perbukitan Sentul. Pembangunan IPSC dijadwalkan rampung pada tahun 2013.
IPSC terdiri dari pusat pemeliharaan perdamaian, pusat pelatihan penanggulangan terorisme, pusat pelatihan penanggulangan bencana, pusat bahasa, dan markas pasukan siaga TNI. Area IPSC juga dilengkapi laboratorium bahasa, serta fasiltas latihan hingga mess bagi anggota TNI yang melaksanakan pendidikan.
IPSC ini akan berada di bawah komando perwira tinggi TNI berpangkat Brigadir Jenderal, dan wakilnya berpangkat kolonel. Setiap anggota TNI yang dilatih di sini adalah anggota TNI dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, yang telah melalui tahap seleksi.